Jumat 17 Dec 2021 16:03 WIB

Kementerian ESDM akan Pasang Alat Termal Pantau Aktivitas Semeru

Pemkab Lumajang menilai, pemasangan satu kamera termal kurang dan perlu ditambah.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Foto udara pembersihan jalan yang tertutup lahar hujan Gunung Semeru di Kamar Kajang, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (14/12/2021).
Foto: Antara/Budi Candra Setya
Foto udara pembersihan jalan yang tertutup lahar hujan Gunung Semeru di Kamar Kajang, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (14/12/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan, jajarannya bakal menambah kamera termal untuk memantau Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kementerian ESDM berjanji melengkapi peralatan pengamatan Gunung Semeru untuk memantau aktivitas gunung tertinggi di Pulau Jawa tersebut.

"Satu alat kamera termal dipasang untuk mendeteksi panas di Besuk Kobokan, jadi kalau ada luncuran awan panas bisa diketahui temperatur suhunya," kata Arifin saat memantau aktivitas Gunung Semeru di Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, Jumat (17/12).

Baca Juga

Menurut Arifin, pemasangan kamera termal bisa memantau titik panas, sehingga potensi luncuran awan panas guguran bisa terdeteksi lebih dulu. "Peralatan di PPGA Semeru di Gunung Sawur sudah digital dan di sana, Curah Kobokan, masih analog, tapi real time, sehingga sesuai standar semua," tuturnya.

Keberadaan empat alat seismograf yang terpasang di Sungai Curah Kobokan, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, dan di PPGA Semeru di Gunung Sawur dinilai juga cukup untuk memantau pergerakan debit air yang turun dari Gunung Semeru. Meski begitu, penambahan alat pantau tetap diperlukan.

"Sejauh ini masih belum ada peralatan yang bisa mendeteksi kapan sebuah gunung api akan meletus, namun suatu saat aktivitasnya akan menumbuhkan getaran tinggi, kadang gunung bisa tidur lama, tiba-tiba meletus, sehingga hal tersebut harus diwaspadai," kata Arifin.

Untuk itu, lanjut dia, perlu dilakukan pemetaan terhadap daerah rawan bencana dan ditetapkan daerah yang harus disterilkan dari aktivitas masyarakat. Langkah itu dilakukan untuk mengamankan masyarakat dari bencana Gunung Semeru.

"Dulu wilayah terdampak di Curah Kobokan atau 11 kilometer dari puncak, namun kini yang terjadi luncuran awan panas bisa mencapai 16 kilometer, sehingga terlampaui lima kilometer akibat tumpahan lahar menyumbat aliran lahar," kata Arifin.

Dia menuturkan, saat ini, Gunung Semeru statusnya naik dari Level II (waspada) menjadi Level III (siaga). Sehingga pihaknya meminta daerah-daerah yang sudah dipetakan dalam zona merah atau bahaya juga menjadi perhatian. Arifin meminta tidak ada aktivitas masyarakat dalam radius yang sudah ditentukan.

Menurut dia, meningkatnya aktivitas Gunung Semeru pada 4 Desember 2021 menyebabkan sekitar 8 juta kubik pasir yang turun dan menyumbat aliran sungai. Dampaknya, lahar yang turun dari puncak Semeru tidak bisa melalui aluran sungai tersebut yang berdampak pada meluasnya lahar ke wilayah permukiman.

Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan, satu kamera termal untuk memantau aktivitas Gunung Semeru sebenarnya sangat kurang. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang, sambung dia, meminta Kementerian ESDM untuk menambah lagi kamera termal untuk dipasang di beberapa lokasi.

"Saya minta kamera termal ditambah dan alat-alat lain untuk memantau aktivitas Gunung Semeru ditambah," ucap wabup yang akrab disapa Bunda Indah itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement